Museum Tsunami Aceh Jadi Destinasi Wajib di Aceh

PARAWISATA.id – Tsunami Aceh, memori kelam pagi kala itu masih teringat jelas dalam benak warga Indonesia, khususnya warga Aceh. Tanggal 26 Desember 2004 menjadi sejarah dunia betapa akan besar kuasa Tuhan yang tentunya juga akan menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kehidupan dunia adalah fana yang tidak selamanya.

Kejadian bermula saat jam menunjukkan pukul 07.59 tanggal 26 Desember 2004, sehari setelah perayaan Natal dilaksanakan. Gempa tektonik berkekuatan 9,1 SR mengingarkan dasar laut di daerah Sumatra bagian barat daya, terukur sekitar 20 sampai 25 kilometer dari bibir pantai. Tak lama setelah gempa mengguncang, Tsunami menghempas Banda Aceh. Menurut informasi yang digali dari BMKG, tercatat tinggi ombak mencapai 20 hingga 30 meter dan kecepatan rambat gelombang tsunami mencapai 800 kilometer per jam. Tsunami Aceh memberikan dampak luas ke beberapa daerah, salah satunya ke wilayah Aceh dan sebagian wilayah Sumatra Utara. Tsunami Aceh tidak hanya berdampak di wilayah Aceh saja, namun juga memberikan dampak ke berbagai tempat di Asia Tenggara dan Selatan. Wilayah yang terdampak paling parah adalah Aceh, Khaolak di Thailand, dan sebagian dari Sri Langka dan India.

Sebagai pengingat telah terjadi bencana alam yang sungguh memprihatinkan, Museum Tsunami Aceh didirikan untuk mengenang korban dari tsunami Aceh, sekaligus sebagai tempat edukasi dan pusat evakuasi ketika bencana alam sedang terjadi. Museum ini diprakarsai dan di rancang oleh Ridwan Kamil yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Selain ikon sejarah, museum ini juga termasuk destinasi wisata Dark Tourism.

Dark Tourism sendiri diartikan sebagai kegiatan wisata yang dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat tragedi atau kengerian pada masa lalu. Popularitas Dark Tourism disambut baik oleh masyarakat Indonesia, sebab jenis pariwisata ini karena memilih menjadikan lokasi-lokasi yang pernah tertimpa bencana hingga memakan korban, untuk dikunjungi turis (CNN Indonesia). Hampir di setiap negara di dunia, termasuk Indonesia, memiliki objek Dark Tourism, Museum Tsunami Aceh adalah salah satunya. Sesuai dengan namanya, museum ini terletak di Aceh tepatnya Jalan Sultan Iskandar Muda No 3, Gampongn Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.

Museum Tsunami ini menyimpan sekitar 6.038 koleksi. Koleksi tersebut terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu koleksi etnografika, arkelogika, biologika, teknologika, keramonologika, seni rupa, numismatika dan heraldika, geologika, filologika, serta historika dan ruang audio visual. Koleksi yang dimiliki oleh Museum Tsunami Aceh tidak dipamerkan secara serentak, tetapi ada beberapa yang nantinya ditampilkan dalam pameran temporer, jadi bagi para pengunjung juga dapat menyaksikan koleksi keseluruhan yang dimiliki museum ini secara bersamaan. Pengelola museum merotasi koleksi setiap enam bulan sekali. Dalam satu pameran, terdapat sekitar 1.300 koleksi yang tersebar di tiga titik, ada rumah Aceh, pameran temporer, dan ruang pameran tetap.

Lantai pertama museum merupakan ruang terbuka sebagaimana rumah tradisional Aceh, disebut sebagai escape hill, sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu antisipasi lokasi penyelamatan seandainya terjadi banjir atau tsunami pada masa yang akan datang. Tempat ini disebut juga the hill of light, karena di tempat yang dipenuhi tiang tersebut pengunjung juga dapat meletakkan karangan bunga mengenang korban tsunami 7 tahun silam. Tak hanya itu, unsur tradisional lainnya diterjemahkan dalam eksterior bangunan museum. Tampilan interior Museum Tsunami Aceh ini merupakan tunnel of sorrow yang menggiring pengunjung ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam mengatasi sesuatu. Ruangan yang mengandung nilai-nilai religi cerminan dari Hablumminallah (konsep hubungan manusia dan Allah).

Ketika memasuki ruangan museum, pengunjung akan melewati sebuah lorong kecil dengan pencahayaan minim. Lorong ini membuat emosi pengunjung campur aduk. Sedih, emosional, haru tercampur menjadi satu. Setelah itu terdapat ruang bernama The Light of God yang terdapat ratusan ribu nama korban dari bencana Tsunami Aceh. Di sini, para pengunjung dapat mengetahui siapa saja korban tsunami dahsyat ini, bahkan beberapa pengunjung mengenali sanak saudaranya yang menjadi korban tragedi mengerikan ini. Lorong sempit itu gelap gulita. Di sisi kiri dan kanannya ada air terjun yang mengeluarkan suara gemuruh air, kadang memercik pelan, kadang bergemuruh kencang. Sesaat suara-suara itu mengingatkan kembali pada kejadian tsunami 26 Januari 2004 yang melanda Banda Aceh dan sekitarnya.

Untuk memasuki Museum Tsunami Aceh, pengunjung akan dikenakan tarik biaya yang nantinya menjadi Pendapat Asli Daerah (PAD) Aceh. Harga tiket untuk anak anak, pelajar, dan mahasiswa sebesar Rp3.000, Rp5.000 untuk umum dan orang dewasa, dan Rp15.000 untuk turis mancanegara/asing. Museum biasanya beroperasi setiap hari (kecuali hari Jumat) mulai dari pukul 09.00-16.00 WIB. Untuk kalian para penggemar dark tourism wajib mengunjungi museum ini karena banyak sekali pengetahuan yang akan kalian dapatkan dan bisa menjadi pengalaman yang luar biasa. (kompasiana.com)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *