PARAWISATA.id – Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak lagi membatasi jenis dan jumlah barang bawaan penumpang dari luar negeri. Aturan dikembalikan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203 tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Direktur Teknis Kepabeanan, Ditjen Bea dan Cukai R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan mengenai bawang bawaan penumpang pada PMK 203/2017 tidak dibatasi jenis dan jumlahnya. Namun ketentuannya dibagi menjadi dua kategori, yakni barang bawaan pribadi dan bukan barang bawaan pribadi.
“Sesuai dengan Permendag 07 pasal 34 intinya dikembalikan ke PMK dalam hal ini sudah diatur dalam PMK 203 tahun 2017. Jadi di PMK 203 dibagi dua barang pribaid, personal use dan bukan barang pribadi. Jadi personal dipergunakan dipaka keperluan pribadi, termasuk di sini oleh-oleh,” kata dia dalam sosialisasi Permendah 07/2024, dikutip dari YouTube Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kamis (2/5/2024).
Untuk barang bawaan pribadi tidak lagi dibatasi jumlah dan jenisnya, tetapi maksimal dibebaskan pajak hingga US$ 500. Jika terjadi kelebihan nilai maka, kelebihan itu akan dikenakan pajak.
“Selisih lebihnya dipungut bea masuk flat 10%, PPN dan PPh pasal 22,” jelasnya.
Sementara untuk kategori bukan barang bawaan pribadi tidak ada pembebasan pajak. Jadi seluruh barang yang dibawa dalam kategori ini dikenakan pajak. Aturan ini berlaku untuk jasa titip (jastip).
“Tetapi kategori bukan barang pribadi, barang impor dibawa penumpang selain barang bukan pesonal used termasuk jastip tidak mendapatkan pembebasan US$ 500 atas seluruh nilai barangnya dipungut bea masuk, PPN dan PPh pasal 22 impor,” terangnya.
Kembalinya aturan barang bawaan penumpang ini atas revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024.
Dalam Permendag 36/2023 itu sebelumnya ada pembatasn jumlah dan jenis barang yang dibawa penumpang dari luar negeri. Namun, dalam implementasinya sulit dan menimbulkan protes dari masyarakat. Untuk itulah aturan itu direvisi dan dikembalikan kepada aturan sebelumnya.
Materi yang direvisi secara rinci adalah barang kiriman pekerja migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia (PMI/TKI), barang bawaan pribadi penumpang, dan evaluasi atas pengaturan beberapa komoditas bahan baku industri.