Tradisi Perayaan Nyepi yang Bisa Disaksikan Wisatawan di Bali

PARAWISATA.id –  Semua aktivitas di Bali akan terhenti total saat Hari Raya Nyepi. Masyarakat Pulau Dewata yang mayoritas bergama Hindu akan larut dalam ritual ibadah Nyepi, sementara warga non Hindu dan wisatawan dari luar harus menyesuaikan diri dengan kondisi unik ini.

Hari Raya Nyepi 2023 jatuh pada Rabu 22 Maret besok. Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali sudah mengonfirmasikan operasional bandara tutup akan tutup selama 24 jam pada Rabu besok mulai pukul 06.00 Wita sampai Kamis 23 Maret pukul 06.00 Wita.

Semua kegiatan kemasyarakatan ditiadakan saat Nyepi. Tidak boleh ada lalu lalang kendaraan di jalan. Bali akan benar-benar sepi dan lengang saat Nyepi. Sampai-sampai listrik dan api pun tidak boleh menyala selama 24 jam.

Nah, jika Anda liburan ke Bali dan bertepatan dengan momentum Nyepi, tak perlu khawatir karena ada sederet tradisi dan budaya masyarakat setempat dalam merayakan Nyepi yang bisa Anda saksikan. Berikut di antaranya.

1. Melasti

Melasti juga dikenal dengan Melis atau Mekiyis dilakukan pada tiga atau dua hari sebelum puncak Hari Raya Nyepi.

Ilustrasi

Bandara Ngurah Rai sepi saat Nyepi.

Upacara Melasti dan pawai ogoh-ogoh biasanya diminati banyak wisatawan domestik dan mancanegara. Arak-arakan umat Hindu Bali yang mengenakan busana adat dengan membawa sesaji di perempatan jalan akan menjadi daya tarik tersendiri.

 

Saat Melasti, segala persembahyangan yang ada di Pura atau tempat-tempat suci diarak ke pantai ataupun danau. Pasalnya, laut dan danau merupakan sumber air suci (tirta amerta) serta dianggap mampu menyucikan segala leteh (kotor) baik dalam diri manusia ataupun alam.

2. Pecaruan

Anda juga bisa menyaksikan upacara Buta Yadnya yang dilaksanakan sehari sebelum puncak Nyepi. Buta Yadnya dilaksanakan di segala tingkatan masyarakat mulai dari pada tingkat keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya.

Upacara ini dilaksanakan dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru yang merupakan sejenis sesajian sesuai kemampuan masing-masing.

 

3. Pengrupukan

Perayaan Nyepi juga biasanya melakukan upacara mecaru yang diikuti oleh upacara pengerupukan.

Di antaranya yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar.

Arak-arakan ogoh-ogoh di Bali ini sendiri berlangsung sangat meriah sehingga menjadi daya tarik wisata tersendiri di Bali menjelang Hari Raya Nyepi.

 

4. Puncak Hari Raya Nyepi

Setelah upacara pengrupukan, tepatnya pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah puncak dari Hari Raya Nyepi sesungguhnya dimana para umat Hindu melaksanakan “Catur Brata” atau penyepian.

Selain itu, bagi umat Hindu yang mampu juga kerap melaksanakan tapa, yoga, dan juga samadhi. Hal ini dilakukan guna benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih di tahun baru Caka pun.

Pada puncak Hari Raya Nyepi inilah para umat Hindu sama sekali tidak beraktivitas dan hanya berdiam diri di rumah masing-masing.

 

5. Ngembak Geni (Ngembak Api)

Tak seperti perayaan hari keagamaan lain yang merayakannya dengan meriah dan bersilahturahmi, umat Hindu justru menyambut Tahun Baru Saka dengan menyepi dan silahturahmi baru dilakukan pada hari kedua yang dikenal sebagai hari Ngembak Geni.

Sehari setelah Hari Raya Nyepi, umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. (travel.okezone.com)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *